Mantap! Jokowi Skakmat Karni Ilyas Telak Dan Dikasih Bonus Malu!!!

Berita Online - Najwa Shihab itu dikenal sebagai pembawa acara yang cukup frontal. Jurus-jurus menyerang tamu dengan pertanyaannya dikenal cukup mematikan. Najwa Shihab tidak akan meninggalkan satu pertanyaan tanpa jawaban yang jelas atau di tamu akan terlihat mati kutu. Tapi di depan Gibran, Najwa Shihab yang terlihat mati kutu. Gibran memiliki jawaban standar yang dia gunakan untuk menjawab segala macam pertanyaan. Jika pertanyaan pertama berkembang menjadi pertanyaan kedua ketiga ke empat sampai ke seratus pun, jawaban standar Gibran tetap masih nyambung dengan pertanyaan. Dan jawaban standar itu yang membuat Najwa Shihab cukup kelabakan dan putus asa, bahkan mungkin menjadi malas untuk bertanya lagi, kalau semuanya dijawab dengan jawaban, "Biasa saja...". Apa yang menyebabkan Najwa Shihab mati kutu di depan Gibran adalah karena jawaban "biasa saja" yang keluar dari mulut Gibran, mengalir sangat natural, bukan sebuah pengelesan apalagi keambiguan. Jawaban Gibran "Biasa saja..." bisa pula diartinya sebagai satu sikap yang menyatakan betapa tidak pentingnya dan tidak berbobotnya pertanyaan seorang Najwa Shihab yang dikenal sebagai ratu talk show.

Lain Gibran lain pula Jokowi. Sejauh ini, hampir di setiap wawancara, Jokowi selalu menjawab pertanyaan dengan penjelasan. Semua pertanyaan yang diajukan pada Jokowi selalu dianggap atau berkesan benar dan tentu saja harus dijawab dengan benar pula. Tidak seperti Gibran yang mampu memutar posisi pertanyaannya yang salah dan jawabannya yang benar.

Tapi ada hal baru yang Jokowi perlihatkan saat dirinya diwawancara oleh Karni Ilyas, sang Presiden ILC. Jokowi terlihat siap bahkan menunggu momen untuk diwawancara oleh Karni Ilyas. Selama ini acara ILC yang dipandu Karni Ilyas, seringnya membawakan tajuk-tajuk yang menyudutkan, menyerang bahkan mendiskreditkan pemerintah. TVOne sebagai stasiun televisi yang menaungi acara ILC memang dikenal oleh rakyat Indonesia sebagai stasiun televisi milik oposisi. Sehingga ketika Karni Ilyas datang ke Istana Negara untuk mewawancarai Jokowi dalam rangka HUT RI, kita bisa mengibaratkan rusa masuk kandang singa. Diterkam, dikunyah dan ditelan.

Wawancara dibuka dengan membahas isu kasus pembunuhan Brigadir J di rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI. Karni bertanya, "Mengapa Bapak begitu perhatian pada kasus ini?" Jokowi menjawab karena tingginya animo masyarakat pada kasus ini dan masyarakat membutuhkan satu ketegasan hingga Jokowi harus turun tangan memerintahkan Kapolri untuk mengusutnya dengan tuntas, tanpa ditutupi dan disampaikan apa adanya pada publik. Pertanyaan berikutnya adalah sebuah pertanyaan jebakan, "Baru kali ini perhatian Bapak begitu besar. Banyak kasus-kasus lain selama ini, Bapak lebih banyak diam". Jokowi seperti sudah menduga arah dari pertanyaan Karni Ilyas, karena jawabannya terlihat begitu spontan, "Ndak juga. Saya kira kalau ada kasus yang masyarakat ragu-ragu, saya pasti perintahkan, baik melalui media ataupun saya perintahkan langsung. Tidak semua perintah harus lewat media dan tidak semua harus diketahui oleh publik". Karni Ilyas tak menyanggahnya.

Pertanyaan lain saya pikir standar saja. Seperti misalnya pertanyaan tentang kepuasan rakyat yang katanya berkurang walaupun masih di atas 50%, tentang pertumbuhan ekonomi, tentang utang luar negeri, sampai kemudian Karni Ilyas mengangkat isu KEBEBASAN BERBICARA yang menurut survey dianggapnya masih kurang diberikan.

"Ah kebebasan apa yang masih kurang? Orang memaki-maki presiden, orang menghina presiden, orang mengejek presiden, orang mencemooh presiden, juga tiap hari kita dengar. Orang mendungu-dungukan presiden setiap hari kita dengar kita lihat. Biasa saja, mau seperti apa lagi seperti yang kita inginkan? Demokrasi yang sangat liberal sekali menurut saya. Kita ini meskipun kita ini orang timur yang penuh dengan kesantunan yang penuh dengan etika dan tata krama yang baik. Tapi sekarang kita sudah, menurut saya, sudah sangat liberal sekali. Apa Pak Karni ndak melihat?"

Karni Ilyas gelapanan, cengengesan malu... niat hati mau menembak Presiden Jokowi, apa daya yang dia lempar ternyata bumerang.

"Ya tapi kalau sudah masuk ke misalnya menghina orang kemudian orangnya itu marah dan melaporkan ke polisi, itu sudah wilayah yang lain, sudah wilayah hukum yang bekerja..." lanjut Jokowi sambil senyum mengejek Karni Ilyas.

Dari jawaban Jokowi yang terakhir ini, kita harusnya paham bahwa ada perbedaan ranah tentang kebebasan berbicara ini. Yang pertama adalah ketika ranah itu sudah menyentuh hak orang lain dan orang lain itu dirugikan dari akibat kebebasan berbicara, maka hal itu sudah masuk ke ranah hukum. Yang kedua adalah bahwa Jokowi sudah tidak peduli tentang apapun yang hujamkan pada dirinya, karena baginya, itulah kebebasan berbicara.

Yang lebih menarik lagi dan kali ini benar-benar membuat Karni Ilyas diskakmat dan mati langkah adalah ketika Karni Ilyas mengangkat soal isu 3 periode, setelah membahas soal pemilu 2024 dan demokrasi.

"Sebenarnya sudah beberapa kali Bapak menegaskan tidak ada di kamus bapak untuk 3 periode. Bapak bahkan bilang yang kampanye itu orang yang cari muka, orang menjorokkan..."

Sambil tersenyum ringan Jokowi menyambar menjawab, "Kan saya sudah bilang beberapa kali saya sampaikan. Pak Karni kok masih menanyakan lagi... ha ha ha...". Sesaat Karni merasa Jokowi masuk ke dalam jebakan pertanyaan, diapun langsung menyambung, "Bukan, bukan itu yang ditanyakan. Kenapa sukarelawan bapak masih kebanyakannya perpanjanganlah, tiga kali lah..."

Jujur saya sangat suka jawaban Jokowi. Telak sambil mengejek! Jokowi melanjutkan, "Ya kalau menurut saya boleh-boleh saja lah. Itu kan juga sebuah bentuk demokrasi dan tatarannya itu kan baru tataran wacana. Baru tataran wacana saja kok pada ... kan orang boleh juga menyampaikan Jokowi mundur kan juga boleh. Ganti presiden juga boleh, iya kan? Masa orang mewacanakan seperti itu ngga boleh. Ini... katanya demokrasi. Itu kan ngga apa apa, yang paling penting jangan anarkis. Baru tataran wacana kan..."

Karni Ilyas sudah benar-benar mati kutu, tapi dia masih berusaha untuk bangun membela diri dari rasa malu lalu menyentil Jokowi dengan pernyataan susulan,"...Sehingga banyak yang menafsirkan jangan-jagan pak Jokowi yang menyuruh". Tersudutkah Jokowi dengan pernyataan Karni Ilyas ini? Tentu saja tidak... Jawaban Jokowi cukup diplomatis, "Ya itu juga boleh-boleh saja orang namanya tafsir saja kok. Inilah demokrasi kita sekarang ini....". Telak!! Sekali lagi INILAH DEMOKRASI INDONESIA SEKARANG INI!! Dan Jokowi benar-benar menang banyak dari wawancara dengan Karni Ilyas.

No comments

Powered by Blogger.
------------------------------