Naas! Sudah Ketumnya AHY Ditolak Jadi Cawapres, Kini Demokrat Ditinggal oleh Ratusan Kader

Naas! Sudah Ketumnya AHY Ditolak Jadi Cawapres, Kini Demokrat Ditinggal oleh Ratusan Kader

Berita Terkini - Sudah jatuh tertimpa tangga, tertimpa pohon, tertima batu dan tertimpa kotoran sapi'. Demikian kalimat yang tepat untuk menggambarkan Partai Demokrat saat ini.

Bagaimana tidak, banyak banget hal buruk yang menimpa partai itu beberapa hari ini.

Mulai dari ditinggal pemilih secara besar-besaran dari Pemilu ke Pemilu, hingga AHY tidak laku-laku sebagai Cawapres.

Tentu masih segar di ingatan kita bagaimana berjayanya Partai Demokrat kala itu.

Partai ini berhasil memperoleh suara 20,4 persen pada Pemilu 2009 silam, yang menjadikan Partai Demokrat sebagai partai pemenang Pemilu.

Kemudian salah satu kader terbaiknya SBY juga berhasil terpilih menjadi presiden dua periode.

Buntutnya, kader Partai Demokrat dapat mengobok-obok duit negara. Mulai dari proyek Hambalang hingga dana operasional Menteri ESDM dikorupsikan oleh mereka.

Begitu pun kader Demokrat yang lain yang juga dikenal sebagai pakar telematika Roy Suryo, tidak mau ketinggalan. Ratusan aset milik Kemenpora diembatnya. Mulai dari gergaji, obeng, setrika, blender, hingga kasur.

Hanya saja si Roy ini cukup beruntung. Meskipun terbukti maling aset negara, ia tidak sampai masuk penjara. Mantan menteri yang tidak hapal lagu Indonesia Raya itu justru masuk penjara karena kasus penistaan terhadap agama Buddha.

Dan seperti kata pepatah, 'lain dulu lain sekarang'. Dulu bisa saja Partai Demokrat jadi partai pemenang Pemilu, sekarang yang terjadi malah sebaliknya. Nyaris jadi partai gurem. Hehehe

Bisa kita lihat perolehan suara partai itu sejak Pemilu 2014 hingga 2019, tidak ada yang membanggakan.

Pada Pemilu 2014 Partai Demokrat memperoleh suara 10,19 persen.

Memang kalau diperhatikan perolehan suara tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan perolehan suara PKPI dan Partai Bulan Bintang (PBB). Tapi kalau dibandingkan dengan hasil Pemilu sebelumnya, mengerikan ferguso. Nyaris setengah pemilih Partai Demokrat pindah ke partai lain.

Padahal pada 2013 partai tersebut sudah bikin konvensi segala, untuk menentukan siapa Capres yang akan diusung. Pesertanya pun cukup banyak yakni 11 orang. Mulai dari Anies, Marzuki Alie, Irman Gusman, Pramono Edhie Wibowo, hingga Dahlan Iskan.

Dan pemenangnya adalah Dahlan Iskan.

Akan tetapi karena perolehan suara Partai Demokrat gak sampai 25 persen atau perolehan kursi parlemennya gak sampai 20 persen (sebagai syarat mengusung Capres) serta partai lain tidak ada yang mau mengusung Dahlan Iskan, sehingga konvensi tersebut hanya menjadi kegiatan yang sia-sia belaka alias gak ada manfaatnya sama sekali.

Begitu pun dengan Dahlan, jadi pemenang yang gak ada gunanya. Hehehe

Hingga Partai Demokrat memutuskan untuk menjadi partai penyeimbang. Mengusung Prabowo-Hatta tidak (meskipun banyak kadernya yang mendukung Prabowo) serta mendukung Jokowi-JK juga tidak.

Namun ternyata menjadi partai penyeimbang bukanlah sebuah pilihan yang tepat dalam berpolitik.

Terbukti, bukannya meningkat, perolehan suara partai tersebut malah turun lagi menjadi 7,77 persen pada Pemilu 2019.

Jadilah Partai Demokrat berada di posisi ke-7 dari 9 Parpol yang berhasil lolos ke senayan.

Nah, untuk meningkatkan perolehan suaranya yang sudah jeblok itu, Partai Demokrat berusaha agar mendapatkan efek ekor jas pada Pemilu 2024 mendatang.

Pertanyaannya dengan cara apa?

Mengupayakan AHY jadi Cawapres Anies.

Hanya saja kemalangan datang lagi menggrogoti partai yang dikenal dengan slogan 'katakan tidak pada (hal) korupsi' tersebut. Ternyata eh ternyata dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai pulau Rote tidak ada yang setuju kakak kandung Ibas itu jadi Cawapres Anies kecuali kader Partai Demokrat sendiri dan teman-temannya.

Jangankan orang lain, sesama anggota Koalisi Perubahan saja (NasDem dan PKS) tidak mau AHY jadi Cawapres Anies.

Hal ini bisa kita lihat dari PKS yang mengusulkan nama Cawapres Anies banyak banget. Mulai dari Khofifah, Sandiaga Uno hingga Aher. Tapi tidak pernah sekali pun ada nama AHY yang mereka sodorkan.

Sementara yang dilakukan oleh NasDem lebih parah lagi. Wakil Ketum partai itu Ahmad Ali secara terang-terangan mengatakan Cawapres untuk Anies harus berpengalaman di pemerintahan.

Jelas pernyataan itu secara gamblang menolak AHY untuk jadi Cawapres Anies. Karena AHY tidak punya pengalaman sama sekali di pemerintahan.

Jangankan jadi kepala daerah atau jadi menteri, jadi Ketua RT saja dia belum pernah.

Sedangkan Anies, bisa kita lihat sendiri dari gestur tubuh serta tangannya dan ekspresi wajahnya, sama sekali tidak menunjukkan minat untuk berduet dengan AHY.

Ia terlihat sering bersama AHY serta beberapa kali menyambangi kantor DPP Partai Demokrat itu sebenarnya bukan karena tertarik menjadikan AHY sebagai Cawapresnya, tapi karena butuh dukungan dari Partai Demokrat.

Pasalnya kalau NasDem dan PKS saja yang mendukung eks gubernur DKI tersebut, gak memenuhi syarat presidential threshold 20 persen.

Jadi harapan Anies sebenarnya; PKS, NasDem dan Partai Demokrat mengusung dirinya, Cawapresnya bukan AHY.

Kader Demokrat saja yang gak paham soal ini. Hehehe

Sudah jelas-jelas Ketumnya ditolak jadi Cawapres Anies, tapi Cipta Panca Laksana sudah rasa-rasa jadi Ketua Timses mantan gubernur 212 tersebut.

-o0o-

Eh, sudah nasib AHY masih gelap gulita menjelang 2024, pasca hari raya Idul Fitri 2023 ini Demokrat kembali menjadi sorotan yakni ratusan kadernya mengundurkan diri.

Hal tersebut terjadi di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.

Di antaranya yang mengundurkan diri adalah Rini Meilani.

"Saya terlahir dari Partai Demokrat, tapi ya itu tidak ada keharmonisan dengan kepengurusan yang sekarang. Saya sebagai Ketua Srikandi sangat menyayangkan tapi (keluar dari Partai Demokrat) ini harus dilakukan karena di politik kita harus bisa menentukan sikap. Dan ini langkah saya harus mundur dari kepengurusan sekaligus Ketua Srikandi Partai Demokrat Purwakarta" ujar Wakil Sekretaris DPC Partai Demokrat Purwakarta itu.

Sedangkan Ketua DPAC Partai Demokrat Kecamatan Cibatu, Ade Winarto mengungkapkan dirinya dkk mundur dari Partai Demokrat karena merasa sudah tidak nyaman lagi di partai tersebut serta diperparah dengan Ketua DPC Partai Demokrat Purwakarta Asep Chandra yang kelakuannya tidak seperti yang diharapkan kader.

Na'as, bukan hanya pemilih yang berkurang tapi jumlah kader juga semakin sedikit.

Belum lagi Partai Demokrat akan berebut suara dengan partai besutan Anas Urbaningrum, PKN . Karena basis massa mereka sama.

Jadi, wajar bila kemudian kader partai tersebut doyan benget menyerang Jokowi dan Ganjar tanpa data. Ternyata untuk mengalihkan perhatian terhadap nasib partainya yang semakin hari semakin gak jelas.

No comments

Powered by Blogger.
------------------------------